Sabtu, 07 Oktober 2017

#SOLD_OUT_TERMAHAR_KOSONG








DAPUR : Sinom Robyong Corok
PAMOR : Dwi Warno Beras Wutah Bawang Sebungkul
TANGGUH : Mataram
WARANGKA : Gayaman Jogja

Untuk pemesanan / pembayaran bisa via Tokopedia
Atau Hubungi: 
Telp./W.A: 0816869621
BBM: D97B02D4
Desa Bakalan Kecamatan Kandeman Kabupaten Batang





Keris berdhapur Sinom secara umum memiliki penampilan yang memberikan kesan luwes prigel, menyenangkan, tampan dan indah. Jarang ditemui keris berdhapur Sinom yang terkesan seram, galak dan angker.


Dhapur Sinom Robyong mengandung arti tumbuh dari asalnya daun muda menjadi dedaunan yang ngremboko(berhimpun), dimana menggambarkan periode sang anak menginjak dewasa yaitu peralihan masa kanak-kanak ke masa pra puber. Para muda menjalani hidup dengan semangat suka cita penuh harapan, mencari identitas diri, beradaptasi dalam lingkungannya, dan mengolah bakat serta kreatifitas.


Dhapur Sinom Robyong mengingatkan kita bagaimana menyikapi hidup dengan semangat untuk terus tumbuh berkembang, menjadi lebih baik. Juga, bagaimana seharusnya sebagai orang tua, orang tua bertugas tidak hanya membesarkan anak tapi juga mendewasakan anak (ngentas pitulus) agar ia nantinya berguna bagi keluarga, bangsa dan lingkungannya. Sinom sebagai perlambang sikap hidup yang adaptif, mampu memanfaatkan waktu dengan baik, bagaimana membawa dan menempatkan diri secara tepat (genah wayah) dan tepat tempat (empan papan). Ajaran tentang fleksibilitas yang mengandung petuah tentang semangat hidup dan kemampuan beradaptasi (tepa slira) dalam pergaulan masyarakat.





KERIS COROK
Keris Corok adalah keris yang tidak biasa, pada umumnya panjang keris Jawa sekitar 33-38 cm, yang paling bisa dibedakan dari keris corog adalah ukuran panjang bilahnya mencapai 41-45 cm. Selain itu Keris Corok dikenal mempunyai kekuatan spiritual (isoteri) yang lebih kuat dan lebih stabil dari keris ukuran normal. Maka dari itu banyak yang memburu keris corok untuk dijadikan pusaka andalan (piyandel). Panjang bilah Sinom Robyong ini adalah 43 cm, agak lebih panjang daripada keris rata-rata Tangguh Mataram umumnya, menjadi pertanda bahwa keris ini diyakini dahulunya merupakan sebuah pusaka piyandel yang menjadi pegangan seorang bangsawan.


Kembang kacang yang ada masih tampak nggelung wayang, lambe gajah dua pun masih dapat terdefinisi moncer lancip, serta trep pamor tampak rapi dan cukup simetris di bagian gandik.


Pada bagian sogokan terdapat pola pamor bawang sebungkul bolak-balik depan belakang, yang secara visual cukup simetris penempatannya. Beberapa uraian diatas menjadi ciri “pembeda kelas” keris dan dapat menjadi penanda kualitas olah kedalaman rasa, karsa dan cipta (skill) Empu pembuat keris pusaka ini.

PAMOR BERAS WUTAH, Berarti “beras tumpah”, oleh kebanyakan penggemar keris dianggap memiliki tuah yang dapat membuat pemiliknya mudah mencari rejeki, berkelimpahan. Oleh sebagian ahli tanjeg dikatakan bahwa di dalam pamor ini tersembunyi tuah lain yang baik. Bagi lelaki Jawa yang telah menikah, pamor ini juga mengingatkan akan tanggung jawab lelaki sebagai kepala keluarga untuk bertanggungjawab menghidupi / menafkahi keluarganya, sebagaimana tercermin dari ritual “kacar-kucur” pengantin Jawa, dimana pihak lelaki “menumpahkan beras” ke tempat yang telah disediakan pihak perempuan. Arti simbolis ritual ini juga berarti bahwa rejeki yang didapat sang suami “tidak lari kemana-mana“ selain ke istri sendiri – yang sekaligus menjadi pengelolanya.

PAMOR BAWANG SEBUNGKUL, adalah motif gambaran pamor yang bentuknya menyerupai irisan bawang. Pamor ini selalu menempati bagian sor-soran, yakni bagian pangkal bilah keris. Oleh sebagian penggemar keris, pamor ini dianggap memiliki tuah yang dapat membantu memelihara ketentraman keluarga, serta memberikan ketenangan kepada pemiliknya. Pamor ini tergolong tidak pemilih, sehingga setiap orang dapat memilikinya.